Link Video Adik Kakak Baju Biru 16 Menit No Sensor Jadi Hujatan Netizen, Ada Apa?
Video--
Baru-baru ini, sosial media X dan TikTok kembali dihebohkan dengan viralnya video berjudul "Link Video Adik Kakak Baju Biru Full 7 Menit". Video ini menjadi topik pencarian populer di kalangan warganet.
Meski belum jelas apa yang dimaksud dengan video tersebut, banyak yang menduga bahwa video ini mungkin berisi konten asusila yang tidak sesuai dengan norma moral. Hingga kini, kebenaran mengenai keberadaan video ini belum dapat dipastikan. Namun, bisa jadi ini hanyalah jebakan klik bait yang dibuat oleh oknum tertentu untuk keuntungan pribadi, seperti penyebaran malware atau penipuan lainnya.
Sebagai pengguna internet, penting untuk lebih bijak dan waspada terhadap konten semacam ini.
Pasal 7 UU Pornografi melarang setiap orang untuk mendanai atau memfasilitasi perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam Pasal 4 UU Pornografi. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah tindakan seseorang yang memberikan persetujuan kepada pasangannya dalam pembuatan gambar pornografi termasuk dalam kategori memfasilitasi pornografi.
Interpretasi yang mungkin adalah jika seseorang telah memberikan persetujuan untuk terlibat dalam foto atau video pornografi, maka ia tidak dapat dianggap memfasilitasi perbuatan pornografi.
Hukuman Penyebar Gambar dan Video Pornografi
Menyebarkan gambar dan video pornografi termasuk dalam perbuatan yang dilarang oleh Pasal 27 ayat (1) UU ITE, yang berbunyi:
"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan."
Pelanggaran pasal ini dapat dihukum dengan penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar. Agar pelaku dapat dijerat dengan pasal ini, beberapa hal perlu diperhatikan:
- Konten melanggar kesusilaan dapat disebarkan melalui pengiriman tunggal atau kepada banyak orang (misalnya, dengan membagikan, menyiarkan, mengunggah, atau memposting).
- Fokus dari perbuatan yang dilarang adalah mentransmisikan, mendistribusikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi dan/atau dokumen elektronik yang melanggar kesusilaan.
- "Membuat dapat diaksesnya" berarti pelaku dengan sengaja membuat publik bisa melihat, menyimpan, atau mengirimkan kembali konten melanggar kesusilaan tersebut.
Menurut artikel DPR, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan kedua UU ITE dalam rapat paripurna. Dalam RUU Perubahan Kedua UU ITE, perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27 ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum."
Unsur-unsur dalam ketentuan tersebut dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 27 ayat (1) RUU ITE, yang meliputi:
- "Mendistribusikan" adalah mengirimkan dan/atau menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada banyak orang melalui sistem elektronik.
- "Membuat dapat diakses" mencakup semua perbuatan selain mendistribusikan dan mentransmisikan yang menyebabkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dapat diketahui publik.
- "Melanggar kesusilaan" berarti mempertunjukkan ketelanjangan, alat kelamin, dan aktivitas seksual yang bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat.
- "Diketahui umum" berarti dapat diakses oleh banyak orang yang sebagian besar tidak saling mengenal.
Orang yang melanggar Pasal 27 ayat (1) RUU ITE dapat dipenjara maksimal 6 tahun dan/atau didenda maksimal Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (1) RUU ITE.
Namun, penting untuk diketahui bahwa menurut Pasal 45 ayat (2) RUU ITE, tindakan dalam Pasal 27 ayat (1) RUU ITE tidak dipidana jika:
- Dilakukan demi kepentingan umum;
- Dilakukan untuk membela diri;
- Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tersebut merupakan karya seni, budaya, olahraga, kesehatan, dan/atau ilmu pengetahuan.
Apabila seorang pria dan wanita sepakat atau saling memberikan persetujuan untuk pembuatan rekaman atau gambar pornografi, kemudian pria menyebarkannya tanpa adanya pernyataan tegas dari wanita untuk melarang penyebaran tersebut, maka wanita bisa terjerat pidana penyebarluasan pornografi.
Namun, jika wanita telah tegas menyatakan bahwa ia tidak mengizinkan penyebaran tersebut, maka wanita memiliki posisi yang lebih kuat untuk tidak dianggap turut serta dalam penyebaran pornografi. Jika wanita tidak mengetahui atau tidak memberikan persetujuan atas pembuatan foto atau video pornografi tersebut, maka wanita dapat dianggap sebagai korban dalam penyebarluasan konten pornografi.